
Peningkatan
intensitas produksi pertanian dewasa ini cenderung dilakukan dengan pengelolaan
tanaman menggunakan bahan-bahan an-organik yang berlebihan, yang menyebabkan
terjadi defisit pupuk an-organik yang berakibat pada sulitnya mendapatkan pupuk
sehingga petani mengalami kesulitan dalam penanganan budidaya pertanian. Hal
ini berakibat pada biaya yang harus dikeluarkan untuk produksi pertanian
meningkat, seiring dikuranginya subsidi pemerintah terhadap pupuk an-organik.
Selain defisit pupuk an-organik, penggunaan bahan-bahan an-organik yang
belebihan juga dapat merusak kondisi tanah serta menimbulkan kerusakan
lingkungan akibat dari pencemaran bahan-bahan kimia dari pupuk an-organik yang
belebihan.
Selain
penggunanan bahan an-organik dalam pengelolaan pertanian, kebiasaan petani
dalam penanganan sisa tanaman dengan cara membakarnya juga turut memperparah
kekurangan bahan organik dalam tanah, padahal pada sisa tanaman masih
terkandung bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tanaman selanjutnya. Mengembalikan
kembali sisa tanaman ke tanah akan membantu memperbaiki kondisi fisik dan
biologi tanah, yang nantinya dapat meningkatkan produktivitas tanah serta
pengurangan biaya produksi pertanian karena dapat menekan jumlah penggunaan
pupuk an-organik.
Pengembalian sisa tanaman ke tanah dapat
dilakuaan dengan cara menjadikan sisa tanaman sebagai mulsa (penutup tanah)
atau mengubah sisa tanaman menjadi pupuk organik (kompos). Pengembalian tanaman
dalam bentuk kompos lebih mudah dimanfaatkan oleh tanah dalam perbaikan kondisi
fisik maupun biologi tanah. Selain itu juga penggunaan pupuk organik dalam
budidaya pertanian diharapkan dapat meningkatkan efesiensi penggunaan pupuk
an-organik sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca seperti CH4 dan
N2O yang dihasilkan dari aplikasi pupuk kimia maupun pabrikan
pembuatan pupuk.
Pengomposan merupakan salah satu upaya
peningkatan efektivitas penggunaan bahan organik bagi pemeliharaan atau peningkatan
kadar C-Organik tanah. Oleh karena itu di dalam upaya mempertahankan atau memperbaiki
produktivitas tanah, peningkatan pengetahuan, motifasi dan keterampilan petani
terhadap pemanfaatan bahan organik dalam pengelolaan tanah perlu digalakkan.
Menurut FAO
(2003) Kompos adalah hasil proses perombakan atau dekomposisi bahan secara
alamiah oleh organisme tanah dalam kondisi terkontrol. Untuk mendapatkan kompos
dilakukan pengomposan yaitu proses penguraian bahan organik secara biologis,
khususnya oleh mikrobia decomposer yang memanfaatkan bahan organic sebagai
sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengendalikan proses tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik.
Kompos dapat
dibuat dari sampah organik rumah tangga, limbah organic industry, limbah atau sisa
tanaman pertanian dan perkebunan. Kompos dapat dibuat pada skala kecil (rumah
tangga) skala menengah dan skala besar., Kompos yang memiliki kualitas yang
baik adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak
menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Kompos yang bermutu
atau berkualitas baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (a) Berwarna coklat
tua hingga hitam mirip dengan warna tanah, (b) Tidak larut dalam air, meski
sebagian kompos dapat membentuk suspense, (c) Nisbah C/N sebesar 15 – 25, (d)
Dapat meningkatkan kesuburan tanah, (e) Suhunya ≤ 35o C atau setara
dengan suhu lingkungan, (f) Tidak berbau.
Dari setiap 1
(satu) ton bahan segar dapat dihasilkan 350 – 500 kompos yang dapat
dimanfaatkan untuk perbaikan dan peningkatan produktivitas tanah dan
tanaman. Sebagian besar hasil
pengomposan memiliki kandungan hara N, P, K dan lainnya dalam kompos sangat
rendah jika dibandingkan dengan kadar hara pada pupuk buatan. Oleh karena itu
untuk meningkatkan kualitas dan kandungan hara dalam pupuk organic diperlukan
teknik pengkayaan dan peningkatan kandungan nutrisinya.
Salah satu usaha
yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas pupuk organic adalah dengan
pengkayaan mikroba tanah yang mempunyai peran sebagai penambat N, pelarut
fosfat, penyedia K, dan decomposer bahan organic. Peneitian sekarang ini lebih
banyak dilakukan untuk memperbaiki kandungan nutrisi dan kualitas kompos
melalui inokulasi konsorsium mikroba dan bahan alami seperti batuan fosfat.
Pada saat ini
telah banyak dikembangkan teknologi alternatif untuk mendukung peningkatan
produktivitas tanah dan tanaman. Salah satu teknologi alternatif yang potensial
adalah pemanfaatan kompos bioaktif. Kompos bioaktif merupakan kompos hasil
proses penguraian bahan organik dengan menggunakan agen hayati decomposer
seperti Trichoderma sp yang sekaligus
berperan sebagai antagonis pathogen, diperkaya dengan mikroba bermanfaat dan
bahan alami seperti batuan fosfat. Pupuk organic yang diperkaya mineral atau
mikroba mempunyai fungsi dan peran yang lebih besar dalam mendukung
produktifitas tanah dan tanaman.
Pengkayaan bahan
mineral dapat dilakukan pada saat mulai, sedang atau akhir pengomposan dengan
cara penambahan atau mencampur mineral tersebut sebanyak 5% dari berat kompos.
Beberapa bahan yang bisa dipakai untuk pengkayaan kompos adalah P-alam, Batu
granit, Feldpar, Kapur pertanian, Dolomit, Bunga Bakung, Bongkol/batang pisang,
tepung tulang, darah kering, Tithonia
sp., batang tumbuhan merambat.
Sedangkan bahan
pengkaya mikroba meliputi konsorsium mikroba tanah yang bermanfaat sebagai
(penambat N2, pelarut P dan K, penghasil zat pemacu produksi tanaman
dan anti patogen), mikroorganisme local (MOL) yang dibuat oleh petani, dan
mikroba lainnya. Kompos yang akan diperkaya dengan mikroba sebaiknya yang telah
betul-betul masak.
Dalam Prosedur
pengkayaan kompos dengan mikroba dan bahan alami sebagai berikut : (a)
Penyiapan bahan pupuk organik yang akan diperkaya dengan mikroba dan bahan
alami disiapkan dalam karung 25 kg atau sesuai kebutuhan. Mikrobia yang akan
dipakai adalah inokulan konsorsium mikroba dan mikroorganisme local (MOL) dan
batuan fosfat sebagai bahan alami. (b) Inokulan konsorsium mikroba tanah
bermanfaat dalam media cair dimasukkan secara hati-hati ke dalam pupuk organik
dengan perbandingan 1:5 antara inokulan dan pupuk organik (v/w). kemudian batuan
fosfat sebanyak 10% dimasukkan kedalam pupuk organik kemudian aduk secara
merata. Prosedur yang sama untuk penggunaan MOL, yakni pupuk organik dan MOL
dengan perbandingan 1:5 antara MOL dan pupuk organik (v/w), kemudian batuan
fosfat sebanyak 10% dimasukkan kedalam pupuk organik lalu diaduk secara merata.
Setelah pemberian mikroba dan batun fosfat, pupuk organik diinkubasi selama ± 7
hari untuk memberikan kesempatan mikroba dapat berkembang di dalam kompos.
Setelah
diinkubasi selama 7 (tujuh) hari, pupuk organik yang telah diperkaya mikroba
terseleksi dan batuan fosfat, dan diperkaya MOL dan batuan fosfat dapat
dimanfaatkan dilapangan untuk meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman.
Penggunaan
bahan-bahan organik yang telah melalui proses pengkayaan mikroba dan bahan
alami lainnya akan dapat memperkaya organisme dalam tanah yang nantinya dapat
memperbaiki struktur tanah sehingga produktivitas tanah dapat meningkat, serta
dapat mengurangi penggunaan pupuk an-organik secara signifikan, yang berimbas pada peningkatan hasil produksi
pertanian yang dapat mensejahterakan masyarakat.
By. Penulis Malina Rohmaya, SP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar