![]() |
Penyuluh Bersama Petani Memperlihatkan Beras Bulu Bayan KLU |
Kabupaten termuda di
Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu Kabupaten Lombok Utara (Gumi Tioq Tata
Tunaq) memiliki luas 809,53 Km², dengan secara geografis berada di kaki
utara Gunung Rinjani (3.726 meter) yaitu gunung tertinggi ke 6 di Indonesia
setelah Gunung Puncak Jaya, Puncak Mandala, Puncak Trikora, Ngga Pilimsit,
Gunung Kerinci dan Gunung Rinjani.
Daerah yang memiliki
sejumlah objek wisata yang cukup terkenal di mancanegara, seperti Gili
Terawangan, Air Terjun Sendang Gile Bayan, serta keindahan Danau Segare Anak
yang ada di puncak Rinjani dan sebagainya. Kabupaten Lombok Utara dengan luas
wilayah daratan yakni seluas 809,53 Km², dan secara administrastif terbagi
dalam 5 (lima) kecamatan, 33 Desa dan 322 Dusun.
Untuk pertanian sendiri menjadi
penopang perekonomian masyarakat Kabupaten Lombok Utara karena sebagian besar
penduduk bekerja di sektor pertanian. Dengan luas dengan memiliki tanah yang
subur merupakan modal utama masyarakat sekitar khususnya pada pertanian tanaman
pangan dan perkebunan selain sektor peternakan, perikanan dan kehutanan.
Salah satunya di Kecamatan Bayan
merupakan luas wilayah terbesar dengan luas wilayah 329,10 Km² dan terkecil
adalah Kecamatan Pemenang dengan luas wilayah 81,09 Km². Dari Kecamatan
Bayan tersebut terdapat 9 desa. Salah satunya desa karang bajo merupakan
salah satu kampung tradisional yang terketak di Kecamatan Bayan Kabupaten
Lombok Utara, yang masih menjalankan dan menjaga adat istiadat kehidupan asli
Suku Sasak-Bayan. Dengan pola permukiman mengelompok dan terbentuk oleh kondisi
alam yang berbukit-bukit dan berdasarkan sistem kekerabatan yang kuat dalam
kehidupan masyarakatnya pada sistem pertanian (kearifpan lokal).
Melakukan panen padi bulu jenis
lokal pada sawah (bangket/bahasa daerah sasak) masih melalui ritual adat budaya
desa. Dimana sebuah tradisi masyarakat dalam melestarikan dan mempertahankan
adat dan budaya dalam pengelolaan sawah yang di tanami dengan Padi Bulu
(varistas local setempat). Mekanisme yang dilakukan mulai dari sawah (bangket)
dari sejak mau turun bibit/benih dilakukan ritual syukuran yang disebut dengan
roah selamet olor di mata air, kemudian setelah tanam padi berbunga dilakukan
ritual menyemprek, selanjutnya padi yang akan panen dilakukan ritual roah bauan
pare. Untuk panen sendiri padi bulu tersebut di ikat dan sebelum di masukkan ke
dalam geleng atau lumbung dilakukan ritual roah borangan pare dan setelah padi
tersimpan dalam geleng dilakukan roah selamet .
Acara syukuran/roah bauan pare
ini hanya dilakukan oleh dua orang yaitu tokoh agama setempat sering disebut
mak kiyai bersama pembekel atau tokoh masyarakat adat. Proses acara roah bauan
pare ini dilakukan disawah langsung dilokasi padi sebelum dipanen. Untuk
sajian berupa makanan berupa dulang yang isinya satu piring nasi, dua piring
sayur, satu piring serbuk ayam dan garam secukupnya. Di tempat itu biasa
disediakan pengikat atau tali yang terbuat dari bambu /tereng yang disebut
remet intian, pengikat panjang sisebut remet awinan, setelah kering dijemur
pengikatnya disebut remet belahan dan pengikat terakhir namanya remet tekelan.
Komoditi padi bulu untuk
masyarakat kecamatan bayan (pare) di ikat tidak dimasukkan dalam karung
sedangkan untuk komoditi padi jenis IR, padi serang, pelita mas, sito
gendit yang pohonnya pendek disebutnya (gabah). Dalam pengolahan tanah
sampai proses panen dan simpan padi bulu/pare atau padi gabah dilakukan secara
alami,. Mulai dari membajak menggunakan ternak sapi dan tidak di ijinkan masuk
menggunakan traktor dan mesin prompes, pengangkutan padi keluar dari bangket
bayan juga masih dilakukan dengan cara alami tidak memakai sepeda motor atau
mobil.
Sedangkan untuk petugas dalam
mengurus air sawah disebut pekasih atau inan aik, padi sebelum dibawa pulang
dari sawah terlebih dahulu menyerahkan saweneh kepada pekasih, dan padi sebelum
di oleh menjadi beras dan akan dimasak terlebih dahulu juga memberikan Pelemer
atau gunja istilah sekarang dinamakan zakat kepada pengurus adat yang ada didalam
kampu atau kepada tokoh agama (kiyai penghulu maupun kiyai lebe). Untuk
kebutuhan sehari hari Padi bulu yang ada didalam lumbung atau geleng di
turunkan kedalam tempat yang dinamakan monjeng.
Masyaraka adat pada dasarnya
harus menyimpan padi bulu walaupun hanya sedikit sebab padi bulu akan dibawa
pada acara ritual keagamaan ke dalam kampung, seperti acara syukuran (roah/bahasa
daerah sasak) ulan, roah sampet jumat, roah malaman, roah lebaran idul fitri,
roah lebaran topat, roah lebaran haji, roah bubur petak, roah bubur abang, roah
peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dan acara lain seperti roah selamet turun
ton turun balit atau setiap ada peristiwa kematian padi bulu juga harus ada.
Semoga dengan menjaga dan
melestarikan tradisi adat istiadat serta budaya masyarakat setempat mampu
menjadikan sebagai ciri khas suatu potensi wilayah daerah dan sebagai bentuk
kesyukuran manusia kepada sang pencipta alam semesta.
Sumber :
sosial media facebook
desa karang bajo
[] - 05